PEMBIAYAAN SYARIAH DAN PERMASALAHANNYA

Oleh : Joko Riyadi, BMT Beringharjo Cabang Ponorogo

 

Hampir tiga dekade terakhir, di Indonesia telah berkembang dan tumbuh dengan pesat perbankan dan lembaga keuangan yang berbasis syariah, selain karakteristik ekonomi syariah yang lebih menentramkan, dengan mayoritas penduduk beragama Islam, tingkat pemahaman religi dan maraknya fenomena hijrah, mendukung ekonomi syariah diterima dan berkembang mudah ditengah masyarakat kita.

Namun terlepas dari uforia perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia, tetap ada yang namanya permasalahan-permasalahan yang timbul baik dari internal ataupun eksternal lembaga keuangan itu sendiri. Prinsip-prinsip yang diterapkan dalam perbankan Syariah adalah prinsip yang menghindari riba, gharar, masir dan segala bentuk kegiatan yang bertentangan dengan rasa keadilan dalam kegiatan perekonomian Syariah terutama dalam sistem lembaga keuangan Syariah.

Pada lembaga yang menerapkan prinsip ekonomi syariah, tata kelola lembaga tidak hanya bagaimana standar operasional prosedur dijalankan sesuai aturan pemerintah, tetapi penerapan prinsip-prinsip syariah tidak boleh dilangggar, produk-produknya harus sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) – Majelis Ulama Indonesia. Dua kali kerja, tapi itulah jiwa para pelaku syariah, targetnya tidak hanya pada nilai keuangan, pelaksanaan operasional yang syar’i lebih diutamakan, “apalah artinya uang jika diperoleh dengan cara yang tidak syar’i”.

Sebagaimana nasabah lembaga keuangan konvensional,  nasabah lembaga keuangan syariah juga tidak selalu berkarakter baik, tunggakan atau pembiayaan bermasalah juga dialami lembaga syariah. Dalam hal ada pembiayaan bermasalah pada Lembaga Keuangan Syariah, maka ada beberapa faktor-yang menyebabkan terjadi kemacetan dalam pembiayaan tersebut. Analisa sebab sebab kemacetan pembiayaan dapat dilakukan pada aspek internal dan eksternal dari nasabah (anggota) berikut:

  1. Aspek internal

1) Anggota (Nasabah) kurang cakap dalam usaha tersebut;

2) Manajemen tidak baik atau kurang rapih;

3) Laporan keuangan tidak lengkap;

4) Penggunaan dana yang tidak sesuai dengan perencanaan;

5) Perencanaan yang kurang matang;

6) Dana yang diberikan untuk keperluan yg lainya.

 

  1. Aspek Eksternal

1) Aspek Pasar kurang mendukung;

2) Kemampuan daya beli masyarakat kurang;

3) Kebijakan pemerintah;

4) Pengaruh lain di luar usaha;

5) Kenakalan Anggota (Nasabah).

 

Setiap lembaga keuangan perlu melakukan antisipasi, sehingga kedua aspek diatas terminimalisir dampaknya. Setiap lembaga juga menerapkan strategi pendekatan masing-masing, tak terkecuali BMT Beringharjo, dengan pengalaman hampir 26 tahun mendampingi para pelaku UMKM, walaupun berbadan hukum koperasi, BMT Beringharjo tetap mengedepankan profesionalisme tanpa meninggalkan unsur humanisme dan memegang teguh prinsip syariah. Prinsip kehati-hatian, diterapkan dari lapisan paling depan.

Marketing sebagai garda depan banyak memegang peran atas kualitas anggota yang dilayani, baik pemegang produk simpanan maupun pembiayaan. Sistim analisa dan komite pembiayaan pun diterapkan secara berlapis, mulai dari tingkat cabang, pusat sampai pengurus. Hal ini kadang menimbulkan kesan proses yang lama, tetapi sebenarnya ini adalah wujud dari ikhtiar BMT Beringharjo dalam menjalankan amanah dari anggota, dimana dana yang mereka simpan di BMT Beringharjo, dikelola dengan profesional.

Begitupun ketika suatu pembiayaan mengalami hambatan dan bermasalah, tentu penyelesaian pembiayaan bermasalah itu tidak semudah membalikan telapak tangan, walaupun di BMT Beringharjo punya divisi khusus yang menangani pembiayaan bermasalah yaitu Divisi Legal dan CRD namun tetap harus butuh usaha lebih untuk dapat menyelesaikan suatu pembiayaan bermasalah. Suatu pembiayaan yang bermasalah pun tidak selalu harus berakhir dengan penarikan jaminan, ada proses-proses yang dilalui, mulai dari pendampingan, treatment, kemungkinan revitalisasi, namun tidak menutup kemungkinan berakhir dengan parate eksekusi atau bahkan eksekusi jika sudah tidak ada jalan keluar lagi.

Jadi, Anggota/Nasabah perlu memahami tahapan tersebut, agar kedua belah pihak (Lembaga dan Anggota/Nasabah) bisa sama-sama produktif dan manis ending-nya. (JQ)

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *