BMT BERINGHARJO JAWAB TANTANGAN KRISIS PANGAN DENGAN PROGRAM JOGJINAWI

YOGYAKARTA – Saat ini dunia sedang mengalami tiga krisis C, yaitu climate exchange (perubahan iklim, covid-19, dan conflict. Meskipun pandemi Covid-19 sudah melandai, namun perubahan iklim dunia yang terjadi beberapa saat terakhir ikut memberikan efek terhadap krisis pangan dunia. Krisis konflik Rusia-Ukraina pun juga menyumbang kenaikan harga pangan akibat pasokan yang tersendat.

Kepala Biotech Center IPB University dan Research Associate CORE, Dwi Andreas Santosa mengatakan, krisis pangan terjadi jika terjadi peningkatan harga secara bersamaan dengan anjloknya harga komoditas jenis biji-bijian (serealia) dunia, yaitu, gandum, beras, jagung, dan biji-bijian lainnya yang tak hanya menjadi sumber pangan utama, tapi juga untuk pakan dan energi. Apakah kita hanya akan berpangku tangan menerima nasib? Tentu tidak. Dalam skala besar, negara sudah bergerak untuk menangani krisis pangan dengan program lumbung pangan, yaitu menggenjot produksi bahan pangan terutama yang dominan seperti beras, jagung, dan kedelai.

Lalu apa kontribusi BMT Beringharjo untuk mengatasi situasi ini? Bermula dari kebutuhan beras sebanyak 11 ton per bulan untuk anggota pendampingan Simbah Harjo, program angkringan dengan tidak kurang dari 200 penerima manfaat, BMT Beringharjo meluncurkan Program Jogjinawi. Program Jogja Loh Jinawi merupakan program pemberdayaan dana zakat, infaq, dan sedekah Baitul Maal BMT Beringharjo dalam bidang pertanian.

Mekanisme pemberdayaan dalam Program Jogjinawi berupa pembinaan rutin bulanan dengan materi sesuai modul yang telah disiapkan dan pengembalian dana pada kelompok masing-masing. Pendampingan dilaksanakan selama 2 tahun dengan 24 kali pendampingan. Waktu 2 tahun ditetapkan karena merupakan waktu yang ideal untuk mengevaluasi perkembangan usaha penerima manfaat program. Diharapkan selama mengikuti program tersebut, para peserta berhasil mencapai indikator keberhasilan program, yaitu :

  1. Memiliki asset senilai Rp10.000.000,-
  2. Mengamalkan nilai syariah dalam kehidupan sehari-hari, baik kualitas sholat berjamaah dan terhindar dari transaksi ribawi.

Dalam perjalanannya, seperti umumnya yang terjadi di lahan sawah, komoditi yang ditanam pun mengalami pergiliran tanam. Biasanya setelah selesai masa tanam padi, akan berganti menanam jagung atau cabai. Pun ada juga yang menanam kacang panjang. Saat ini 43 orang petani yang terbagi ke dalam 3 kelompok menggarap lahan seluas 13 HA.

Tidak berhenti sampai di sini, melihat kebutuhan pupuk yang cukup tinggi sedangkan pasokan pupuk yang kadang terbatas, Baitul Maal BMT Beringharjo menginisiasi produksi pupuk kandang. Bahan baku kotoran sapi didapatkan dari petani pemilik ternak, adapun BMT Beringharjo memfasilitasi alat dan bahan-bahan tambahan yang diperlukan, termasuk membangun rumah produksinya. Siapa sangka program yang awalnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan lahan sendiri ternyata mampu juga memenuhi kebutuhan petani lain sehingga menjadi sumber pendapatan baru bagi petani pengelola produksi pupuk.

Demikian yang sudah dilakukan oleh BMT Beringharjo melalui Baitul Maal untuk menjawab tantangan krisis pangan. Lakukan apa yang kita bisa, mulai dari yang kecil dan mulai dari sekarang. Semoga apa yang sudah dimulai ini bisa terus berkelanjutan, semakin banyak petani terbantu, dan memberi kontribusi untuk negeri.

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *